Berikut cerita saya beberapa waktu lalu yang sempat saya alami. Biasanya peristiwa yang menurut saya nantinya akan menjadi salah satu pelajaran hidup yang mungkin dapat sangat berpengaruh untuk hidup saya di masa mendatang, selalu saya catat dimana saja, entah di buku atau di notes handphone.
Selamat membaca.. :)
-------------------------------------
Today, 23 April 2018. Saya admit, saya takut kalau yang terbaik menurut Allah adalah bukan yang saya inginkan. Dari sekian lama saya meyakini bahwa yang terbaik dari Allah pasti hal terindah pada waktunya, dan hari ini, retak. Rasa takut karena sudah terlalu lama, saya belum bekerja (for real) 7 bulan lamanya sejak hari kelulusan saya.
Mimpi saya yang ingin menaikan derajat keluarga saya dimata orang-orang, belum juga tercapai. Semakin kesini semakin bertanya, kapan? Kapan waktunya? Setiap waktu saya selalu berdoa, sampai mencari kajian-kajian islami mengharap ada angin segar untuk membangkitkan semangat saya kembali. Sampai saya melihat satu video, kalau Allah pasti akan menjawab doa hamba-Nya. Mungkin dijawab sesuai doa hamba-Nya, atau justru digantikan dengan hal yang jauh lebih baik. Mungkin dijawab langsung saat itu juga, besok, atau mungkin tidak dijawab di dunia, melainkan di akhirat.
Ha? Tunggu. Kenapa saya sekarang merasa goyah? Saya memang menginginkan juga di akhirat kelak saya menjadi hamba Allah yang beruntung, tapi saya juga ingin itu juga terjadi di dunia. Egois memang, sangat egois. Karena pressure yang sangat kuat dari segala arah. Saya merasa lelah dengan cibiran orang yang selalu merendahkan dan menilai saya dan kami keluarga dengan ukuran materi. Memang, orang-orang mayoritas tidak peduli dengan proses yang kita capai dan hanya menilai hasilnya saja. Rasanya saya ingin bungkam mulut mereka rapat-rapat dengan apa yang saya hasilkan, dengan keringat dan kerja keras saya sendiri. Beberapa pertanyaan ini mulai sering terucap tanpa saya sadar pada awalnya, "Yaa Allah kapan doa hamba terkabul? Kapan hamba kerja?" Malah sering mengeluh, "Yaa Allah hamba lelah. Kenapa Engkau menjatuhkan ini semua pada hamba?"
Mulai saya ingat runtutan perjalanan saya sejak saya lulus kuliah. Ada banyak panggilan kerja, tawaran kerja, bahkan sempat beberapa kali diterima kerja, tapi tidak bisa saya ambil karena ada saja kurangnya. Bukan karena pemilih, tapi memang hal-hal tersebut yang tidak bisa saya toleransi menyangkut dengan prinsip saya.
Sepanjang hari ini saya merasa kosong. Diam. Tidak ada satupun orang rumah yang saya ajak bicara. Saya hanya akan datang kalau mereka memanggil saya. Lalu saya berkata seperlunya dan hanya menjawab seperlunya apabila mereka bertanya. Jangankan itu, yang biasanya saya mencari orang untuk cerita, ini tidak. Semua saya simpan sendiri. Bahkan adik saya yang bertanya baik-baik saya diam saja dan tidak menjawab apa-apa, malah terkadang saya marah ga jelas.
Saya tau, melihat saya bersikap tidak seperti biasanya orang rumah merasa tidak nyaman. Mereka bingung saya kenapa, bahkan sampai Mama jadi ikut marah karena bingung saya lagi kenapa. Akhirnya dia diemin saya dan bicara seperlunya sampai malam dan Papa pulang kerja.
Malamnya dia ajak saya bicara dengan emosi, dan seperti biasa dia menerka sendiri apa yang sedang saya rasakan. Dan semua terkaannya itu salah, tapi saya diam saja. Saya tau dia khawatir sama saya. Tapi saya gamau cerita apa-apa. Sampai-sampai mama emosi dan menampar saya. Saya ga respon apa-apa bahkan tidak menghadang wajah saya dan membiarkan mama menampar saya.
Saya benar-benar merasa kosong, saya manusia bodoh, tolol dan tidak berguna. Saya tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan saat itu saya masih saja menyalahkan diri sendiri karna apa yang saya inginkan tidak tercapai. Serasa, hidup segan, mati tak mau.
Lalu mama mereda, dia bertanya lagi dengan lembut setelah sebelumnya menantang saya kalau saya tidak berkata satu kata pun, obrolan ini bisa dia perlama bahkan sampai pagi. Saya takut, apa yang saya katakan akan membuat dia lebih sedih lagi. Saya takut, apa yang saya katakan percuma dan saya malu.
Lama saya menghela nafas karena sudah mulai banyak air mata yang saya tahan, mama pergi mengambil tissu untuk saya, dan akhirnya saya katakan juga, "Aku capek. Aku capek berdoa. Doa aku belum ada yang terkabul." Disitu mama langsung peluk saya. Tumpah. Saya menangis sejadi-jadinya. Mama bilang saya tidak boleh lelah berdoa. Dia menenangkan saya dan menasehati saya. Mama menuntun saya agar saya sholat tahajud, sholat dhuha, sholat hajat, bahkan puasa sunnah. Saya harus terus berdoa. Minta sungguh-sungguh sama Allah. Allah pasti mengabulkan keinginan saya. Di waktu yang tepat. Yang penting saya sabar. Mama juga bilang semua hal itu saling berkaitan, sikap saya kpd org tua, dan sebagainya itu berkaitan dengan ridho yang Allah beri. Saya tidak boleh nyerah, itu kata mama.
Hari ini saya rasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang putus asa, hilang harapan, hanya meratapi dan menyimpan sendiri apa yang saya rasakan. Tapi akhirnya, satu kalimat ungkapan saya ke mama itu, hanya satu kalimat, bisa membuat saya lega, sedikit.
Paginya, ayah menasehati saya. Mungkin mama sudah cerita pada beliau. Kurang lebih sama seperti yang mama katakan pada saya. Anggap saja Allah sedang menguji saya. Seberapa sabar dan seberapa tangguhnya saya sebelum Allah berikan apa yang saya inginkan. Allah ingin saya mendekati-Nya.
-------------------------------------
Saya bersyukur saya memiliki orang tua yang sangat memperhatikan anaknya. Beliau tidak tinggal diam melihat saya yang bersikap tidak seperti biasanya. Mereka membangkitkan semangat saya agar tidak terus jatuh dan merasa terpuruk. Saya diingatkan agar segera mohon ampun sama Allah karena hari itu saya sempat meragukan-Nya. Saya bersyukur tidak berlama-lama merasa di kondisi tersebut. Sungguh, hati yang merasa kosong dan tidak ada harapan itu tidak enak. Ibarat harapan itu oksigen yang kita hirup. Harapan itu termasuk sumber semangat hidup kita.
Saya coba membangkitkan lagi hati dan harapan saya. Allah SWT tidak membebani seseorang diluar kemampuannya. Dan saya meyakinkan diri saya kembali bahwa hal baik akan segera datang. Mari menjemputnya agar lekas berjumpa! :)
Saya merasa apa yang pernah saya alami ini semakin membentuk kepribadian saya ke arah yang lebih baik dan membuat saya agar semakin gencar memperbaiki dan mendekatkan diri pada Allah.
Ternyata ini semua ada kaitannya dengan ilmu sabar, ikhlas dan pasrah yang merupakan ilmu tingkat tinggi yang harus kita latih setiap waktu. Intinya, apapun yang kita lakukan jangan pernah terlalu berpacu pada dunia. Ingat Allah, ridho Allah saja yang kita cari. InsyaAllah hati akan selalu tenang sembari berusaha dan insyaAllah dunia pun akan menghampiri kita, bukan kita yang menghampirinya.
Jangan tanyakan pada diri "Why is this happening to me?" tapi tanyakan "What is this trying to teach me?" Then you'll find out ada rencana Allah yang jauuuh lebih baik dari rencanamu.
Demikian cerita saya yang buruk-buruknya abaikan saja. Tidak bermaksud menggurui, hanya sebatas sharing kok hehe..
Semoga dari cerita saya ada manfaat yang bisa di ambil. Dan semoga kedepannya, kita semakin selalu melibatkan Allah dalam segala hal dan selalu yakin atas janji Allah Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Jazakumullahu khairan... :)
No comments:
Post a Comment