1. Faktor apa saja yang mempengaruhi etika pada bisnis?
- Perbedaan Budaya. Perilaku bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan Negara lain. Hal yang sama, daerah atau kota tertentu berbeda perilaku bisnisnya dengan daerah lain.
- Pengetahuan. Semakin banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi, semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
- Perilaku Organisasi. Dasar etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi Perilaku etika bisnis, yaitu :
- Pengendalian diri. Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etik”.
- Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
- Menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
- Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan". Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
- Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi). Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
- Mampu menyatakan yang benar itu benar
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah. Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama. Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
- Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati. Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
- Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lema
2. Contoh kode etik pada bisnis.
- Kejujuran (Honesty), yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur sungguh-sungguh, blak-blakan, terus terang ; tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan dan tidak berbohong.
- Integritas (Integrity), yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani, dan penuh pendirian/ keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling percaya.
- Memelihara Janji (promise keeping), yaitu selalu mentaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, jangan menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal dan legalistik dengan dalih ketidakrelaan.
- Kesetiaan (Fidelity), yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan dan Negara.
- Kewajaran / Keadilan (Fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan ; dan memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
- Suka Membantu Orang Lain (Caring for Others), yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
- Hormat Kepada Orang Lain (Respect for Others), yaitu menghormati martabat manusia, menghormati kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, jangan merendahkan diri seseorang, jangan mempemalukan seseorang dan jangan merendahkan martabat orang lain.
- Kewarganegaraan yang Bertanggung Jawab (Responsibility Citizenship), yaitu selalu mentaati hukum atau aturan, penuh kesadaran, sosial, menghormati proses demokrasi dalam pengambilan keputusan.
- Mengejar Keunggulan (Pursuit of Excellence), yaitu mengejar keunggulan dalam hal, baik dalam pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin, getol, penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan yang terbaik berdasarkan kemampuan, mengembangkan dan mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
- Dapat Dipertanggungjawabkan (Accountability), yaitu memiliki tanggungjawab, menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya dan selalu memberi contoh.
3. Hubungan kode etik bisnis dengan kode etik profesi akuntan (Auditor).
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Source:
https://agungkevinkarang.wordpress.com/2015/10/10/etika-profesi-akuntansi-perilaku-etika-dalam-bisnis/
https://risarah.blogspot.co.id/2014/10/jurnal-etika-bisnis-tugas-1.html
No comments:
Post a Comment